Social Icons

Pages

Friday 3 May 2013

Moral Generasi Ditangan Orang Tua


Oleh : Muhammad Afdhal Sulaiman 

Dulu ketika saya masih kanak-kanak, abi saya selalu memangku saya setiap beliau berzikir dan berdoa setelah shalat, kecuali zikir shalat subuh saja yang tidak saya ikuti dikarenakan saya masih terlelap. Setiap gerak-gerik saya diwaktu kecil selalu abi kontrol dan diawasi, kehidupan yang dikontrol bak narapidana itu terus berlangsung hingga saya berumur 12 tahun. Abi selalu mengontrol shalat saya ketika umur saya menginjak tujuh tahun, dan abi mulai memarahi apabila saya masih meninggalkan shalat ketika umur saya sepuluh tahun lebih. Selain shalat abi juga mengajari saya membaca al-quran serta terus mengontrol pelajaran sekolah. Dulu saya merasa kehidupan saya benar-benar seperti robot yang selalu dikontrol dan diawasi sehingga tidak jarang saya mengeluh dan selalu mengadu keibu saya. Semuanya benar-benar kujalani dengan penuh keterpaksaan, meskipun smua itu dilakukan dengan sedikit terpaksa karena takut dimarahi oleh abi tapi juga tidak sedikit semua itu membuahkan hasil, seperti saya selalu menjadi juara kelas. semua yang saya dapatkan dari pendidikan abi itu memang memuaskan meskipun keterpaksaan masih dijadikan embel-embel dalam meraih semua itu.

Dari cerita pribadi saya diatas saya baru bisa menyadari bahwa apa yang telah abi saya ajarkan dulu benar-benar bermanfaat bagi saya. orangtua mendidik kita seperti seseorang yang mengumpulkan butiran-butiran emas yang berserakan dalam hamparan kalam dengan menggunakan air raksa. emas-emas itu menggambarkan kelebihan-kelbihan yang cemerlang dalam diri kita, sedang kan air raksa itu menggambarkan alat untuk mengumpulkan kemampuan-kemampuan yang ada dalam diri kita, yaitu smua kemampuan kita dikeluarkan dengan paksaan oleh orang tua kita, begitulah analogy yang saya anggap sama dengan bagaimana cara orang tua mendidik kita dimasa kecil. Semua dibangun dengan paksa, semua dibangun dengan tegas dan semuanya juga dibangun dengan kedisiplinan yang bagus sehingga terciptalah generasi-generasi yang berkarakter dan berakhlaq mulia.

Setelah saya banyak membaca dari buku-buku dan artikel yang membahas tentang pentingnya membangun generasi bermoral, berkarakter dan berprestasi baru saya sadari betapa penting pendidikan yang telah orang tua saya berikan dulu, sesungguhnya pendidikan itu benar-benar dari masa kanak-kanak bahkan dianjurkan dari kandungan. Semua itu dibuktikan oleh banyak fakta yang dapat kita lihat didunia ini.

Taukah kita buku yang berjudul “10 bintang al-quran”? buku yang menceritakan pengalaman ibu wirianingsih dan bapak mutammimul ula dalam mendidik 10 anaknya menjadi bintang al-quran. orangtua 10 bintang itu adalah orang tua yang super sibuk dengan dakwah. Dibalik kesibukannya itu mereka bisa mentarbiyah anaknya menjadi generasi qurani sebagaimana yang diharapkan agama. Semua anaknya bisa menghafal al-quran dikarenakan pendidikan yang dimulai sedini munkin bahkan juga dimulai sejak proses janin, sehingga tidak heran jika anaknya ada yang hafal beberapa surat pada umur 2 tahun. Ibu wirianingsih pernah mengatakan bahwa orang tua dilarang berdakwah diluar rumah jika urusan dirumah masih belum selesai. sesuatu yang belum selesai disini maksudnya adalah urusan pendidikan anak. Begitulah cara ibu wirianingsih membedakan urusan mana yang penting dan mana yang “lebih penting”, sesungguhnya urusan pendidikan anak itu berada pada level yang terpenting.

Ketika saya mengikuti acara talk show antara anggota mahasiswa jambi bersama bapak duta besar RI mesir dirumah jambi, dari panjangnya kalimat yang bapak dubes ucapkan ada satu kalimat yang saya fikir sangat menarik dalam membiasakan sesuatu yang baik dalam diri. “segala sesuatu yang dilakukan lebih dari 170 kali, ia akan menjadi kebiasaan yang mendarah daging sehingga kita merasa kurang apabila kebiasaan itu kita tinggalkan walaupun hanya sekali saja”. saya menganggap kalimat ini sangat cocok dalam membiasakan akhlaq yang baik dalam pribadi anak-anak, tidak masalah jika awalnya orang tua memaksakan anak-anaknya melakukan hal-hal yang baik hingga berulang kali, semua itu akan berefek positif jika kebiasaan itu sudah sampai dititik dimana ketika itu anak-anak sudah mulai menyadari dan merasakan betapa penting memerankan diri sebagai insan yang bermoral dan berkarakter. seperti membiasakan shalat kapada anak atau membiasakan anak-anak untuk menghafal quran. kita tidak bisa mengharapkan anak-anak melakukan semua itu dengan keikhlasan karena Allah karena mana ada anak-anak dibawah umur bisa melakukan semua itu karena keridhoan Allah . mereka bisa melakukan itu semua biasanya karena mereka diiming-imingi dengan sesuatu yang mereka suka, contoh mereka akan diberi uang lima puluh ribu jika bisa menghafal surat an-nas. Munkin dengan memberikan anak sesuatu yang ia suka dapat memacu anak dalam meraih prestasi atau mebiasakan sesuatu hal yang baik.

Orang bijak mengatkan “tanaman itu akan tumbuh baik tergantung tanah dan sikap pemilik tanaman tersebut”. Saya menganalogikan dalam mendidik anak sama dengan menjaga pertumbuhan tanaman, dalam mendidik anak sangat erat hubungannya dengan lingkungan tempat ia tumbuh, dalam hal ini ibu dan ayah adalah lingkungan awal tempat tumbuhnya anak. Sikap ibu dan ayah lah yang dapat mempengaruhi anak-anak dalam segala hal, seperti perkembangan akhlaq, kecerdasan serta wawasan. Jadi tidak heran apabila orang tua yang pertama disalahkan ketika anak mereka melakukan hal yang tidak baik diluar rumah. Orangtua lah yang pertama berperan dalam pembentukan karakter anak, dan orangtualah yang bisa menjadikan anak itu baik atau buruk. Rasulullah bersabda dalam haditsnya:
ما من مولود يولد إلا يولد على الفطرة, فأبواه يهودانه, أو ينصرانه, أو يمجسانه.
Artinya : tidaklah diantara anak yang dilahirkan itu kecuali dilahirkan dengan fithrahnya (islam), maka orangtuanyalah yang menjadikan ia yahudi, menjadikan ia nasrani atau majusi.

Dalam hadis ini dijelaskan bahwa orangtua lah yang merubah kesucian anak menjadi yahudi, nasrani atau majusi. Pemahaman dalam hadis ini bisa disamakan dalam pendidikan anak, anggap saja agama seorang anak tidak akan berubah, akan tetapi siapa yang menjamin kesucian akhlaq dapat dipertahankan? Tentulah peran orang tua yang sangat dibutuhkan dalam menjaga semua itu hingga sampai saatnya dimana ketika itu anak bisa memikirkan sendiri mana yang baik dan mana yang buruk. Kita berharap semua orang tua mempunyai kesadaran untuk bisa mempertahankan generasi muda yang bermoral, hendaknya para orangtua merasa cemas apabila generasi kegenerasi kian memburuk. Sebagaimana firman Allah :
وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقوا الله وليقولوا قولا سديدا
Artinya : Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang baik. (QS. An-nisa 9)

saudaraku…
apabila kita melihat orang-orang besar disekeliling kita, baik itu cendikiawan, imam besar, ilmuan yang telah meninggalkan banyak karya, ataupun orang kaya yang meninggalkan banyak harta untuk agama ini, atau insan-insan yang terkenal dengan ibadahnya. Maka ketahuilah bahwasanya dibelakang mereka ada orang tua yang bijaklah yang telah mendukung dan mendidik mereka. Wallahua’lam.
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

 

Sample Text

Sample Text