Senin,
9 januari 2011
Oleh : Muhammad Afdhal Sulaiman
Sore itu langit kairo cerah disinari matahari yang tak pernah bosan
menemani meskipun ketika itu angin sepoi-sepoi musim dingin juga ikut menerpa.
Namun dinginnya kairo tetap terasa normal karena keseimbangan angin dan
panasnya matahari bak dua teman sejoli yang selalu bersama. Ketika itu pula
mahasiswa tingkat II jurusan syariah islamiyah juga sibuk dengan khusuk nya dalam
menjawab soal-soal ujian, sore itu memang hari pertama ujian tingkat II untuk
termen satu ini. ujian al-azhar termen satu memang selalu tepat pada musim
dingin, jadi tidak heran lagi jika mahasiswa ujian dengan menggunakan perlengkapan
dingin yang lengkap seperti terkurung di kutub utara atau selatan. Semua teman-teman
khusyu memikirkan jawaban dari soal-soal azhar yang menggigit itu, akupun tak
kalah khusyuknya dari mereka.
Tepat
pada jam 3 beriringan dengan azan asar akupun bisa menyelesaikan soal-soal Azhar waktu itu. Aku tak tau jawaban itu benar atau salah, karena aku memang
tak mempunyai persiapan penuh. Munkin itu juga kesalahanku sendiri tak
mempersiapkan dengan maksimal, mata kuliah yang diktatnya tebal harus dihafal
dalam waktu tiga hari, dua hari untuk memahami dan satu hari untuk menghafal.
meskipun yang dihafal hanya ayat dan hadis tapi untuk mahasiswa yang cara
belajarnya normal tak seharusnya menghafal dalam waktu sehari sebelum ujian,
yah… hanya tawakkal kepada Allah saja yang dapat ku perbuat setelah bersetungkin
menghafal dan membaca bak ulama besar dalam tiga hari. moga saja maqbul.’maqbul’? bukannya
maqbul itu nilai paling rendah? Ya memang seharus nya maqbul target ku pada
waktu itu karena tak munkin mendapatkan mumtaz apabila menghafal dalam sehari. tak
terasa dua jam yang aku lewatkan dalam menyelesaikan jawaban pun berlalu dan
bergegas kedepan untuk menyerahkan lembar jawabanku.
’Tamam?’.
pengawas pun bertanya.
“Insallah
ya Ro’is”. dengan fasihnya ku menjawab insallah.
ya
munkin memang hanya jawaban itu yang
bisa ku jawab. tamam atau tidak tamamnya jawabankita, kita memang seharusnya
menjawab dengan insyallah. Karena Allah yang maha menghendaki terhadap ketetapan
nilai, bisa jadi jawaban tamam tidak mendapatkan mumtaz, dan bisa jadi jawaban
yang kita anggap tak tamam bisa mendapatkan mumtaz, tapi itu semua
tergantung dengan usaha kita tentunya.
Setelah keluar dari aula imam bukhari akupun bergegas menuju
terminal darosah. imam Bukhari adalah nama perawi hadis. Namanya dipinjam untuk pemakaian nama aula
itu. semoga aula itu terus-menerus menghasilkan para muhadditsin terkenal untuk
melanjutkan perjuangan beliau dulu untuk mempertahankan kesucian hadis Rasulullah
saw. seperti Sheikh Usamah yang terus memberikan durus hadis dipagi hari dengan
dikelilingi murid dari berbagai Negara dimasjid Al-azhar.
Setelah 10 menit berjalan menuju terminal darosah akupun langsung
naik bus jurusan ‘Asyir yang biasanya berkode 80 coret, yaitu angka 80 yang
disilang dengan satu coretan. Tujuan ku hanya ke sadis, kebetulan bus ini
rutenya melewati Sadis Nasr city Kairo. Dengan sigap aku naik bus melewati pintu
bagian depan yang biasanya pintu depan ini digunakan untuk pintu turun, aku
langsung menyelonong kedalam bus.
‘alhamdulillah
masih banyak bangku yang kosong, mungkin mahasiswa masih banyak yang belum
pulang karena masih sibuk menjawab ujian’, hatiku berguman.
Dari depan ku melihat seorang senior dari MAPK yang sedang duduk
dibagian belakang bus, akupun melambaikan tangan kepada kakak ini. masa MAPK
aku memang tak bertemu dengan beliau, hanya saja ukhuwah yang pernah MAPK
ajarkan bisa terus memberikan atsar yang kuat terhadap alumnus MAPK, meskipun
kami jarang bertemu kami tak merasa asing untuk mengobrol dengan pertemuan yang
tak disengaja ini.
‘Assalamualaikum kak’, ku sapa sambil memberikan
senyuman.
‘Waalaikumussalam ya afdhal, kaifahaluk?’ beliau
menyapaku dengan bahasa arab.
‘Alhamdulillah khair ya akhy’, reflek ku menjawab dengan
bahasa arab juga.
Trus kami mengobrol dengan bahasa arab. Aku sempat gugup
karena kemampuanku yang sangat minim tentang bahasa arab meskipun sudah hampir
satu tahun lebih hidup dikairo.
Seiring berjalannya bus
menelusuri kota klasik itu kami pun juga asyik berbual, saling bertanya
kabar masing-masing teman anggota rumah kami. Aku bertanya kabar kak marwan,
akh fauzan dan beberapa teman lainnya yang satu rumah dengan beliau, dan begitu
juga sebaliknya beliau menanyakan kabar teman-temanku, banyak hal yang beliau
tanyakan, seperti bagaiaman semangat teman-teman, baik semangat ibadah maupun
semangat belajar. aku selaku junior merasa senang ketika ada senior-senior yang
menanykan tentang semangat ibadah dan menunutut ilmu, senior-senior yang ada
seperti kakak kandungku sendiri. Ala kulli halin Alahmdulillah atas nikmat
ikhuwah yang Allah berikan. ya robby...berkahi ukhwah yang telah terjalin ini.
Sepanjang perjalanan beliau banyak sharing seputar ilmu
dan talaqqi, banyak saran yang beliau berikan kepadaku seputar ilmu dan
talaqqi. Tak heran jika ia menasehati tentang ilmu sekaligus tentang talaqqi
yang mana hubungan antara ilmu dan talaqqi sangat lah erat, ada sepotong
kalimat mengatakan "Al-'ilmu bit talaqqi".
Setelah
lama cerita tentang ilmu dan talaqqi tiba-tiba beliau bertanya tentang salah
satu anggota rumahku yang bernama huda.
'Dhal..bagaimana
kabar Huda'?, Alhamdulillah dia sehat kak dan semua anggota rumah OK.
'oya…Huda
sering berkunjung pirate house gak? Ya kak…dia cukup sering kesana.
Pirate
house adalah nama sebuah rumah dari anggota mahasiswa minang dimesir,
rumah-rumah mahasiswa minang biasanya diberi nama. Ada namanya Darul Huffazh,
ada andalus dan ada juga rumah imut, semua itu tergantung kebijakan anggota
rumah masing-masing ingin menamakan rumahnya dengan nama apa yang mereka suka. Kalau rumah kami kami namakan dengan Andalus
dan rumah beliau dan temannya mereka namakan dengan Veteran.
'memangnya kenapa kak? Aku bertanya.
'afdhal
taukan anggota rumah itu gimana?
'tau
kak'. Aku menjawab.
Anggota Pirate House adalah anggota rumah mahasiswa yang semuanya perokok. aku
tau beliau menanykan tentang Huda karena beliau takut Huda juga ikut
terpengaruh apabila huda sering berkunjung kerumah yang angotanya semuanya
perokok.
Agar
beliau tak berburuk sangka akupun menjelaskan bahwa Huda tak merokok dan tak
akan terpengaruh oleh mereka yang perokok. Tapi beliau tetap mencemaskan semua
itu dan beliau mulai menasehati:
'Dhal……kakak
tau semua niat antum ke mesir dengan niat belajar. Tak ada niat antum ke mesir
kecuali belajar dan kakak sangat yaqin akan itu. Kalian mempunyai potensi untuk
menjadi ahli apapun jika kalian semangat dan bisa mempertahankan niat awal
antum dulu. Potensi itu
bagaikan biji. Biji itu tergantung pada
tempat di mana ia ditaburkan. Apabila ditaburkan di tanah yang subur, maka biji
itu akan tumbuh besar dengan menghasilkan kualitas yang bagus. Dan apabila di
taburkan dipadang pasir maka biji itu tak punya kekuatan untk berhasil tumbuh
dipadang pasir yang gersang, sehingga tak asing jika diakhiri dengan
kematian.Begitu juga potensi. Apabila potensi itu bagus jika dikembngkan di
biah yang tak mendukung , maka semantap apaun potensi yang dimiliki tak akan
pernah berkembang. Potensi hanya tinggal lah potensi, potensi tak akan
berfungsi jika ia jauh dari biah yang bisa mensupportnya'.
'Kalau kita hidup di biah yang salah, sekuat apapun
power kita untuk membentenginya semakin lama akan semakin lemah, karena batu
tak akan hancur apabila di pukul hanya dengan satu pukulan, besi tak akan meleleh
jika dibakar dalam sekejap, butuh proses untuk mengubah segalanya, yang jelas
semua akan berubah apabila kita terus berada dalam sebuah biah, baik biah
hasanah maupun sayyiah'.
Beliau menganalogikan potensi dengan tumbuhan, beliau
juga menganalogikan kekuatan iman kita dari pengaruh buruk dengan kekuatan besi
tak bisa lunak kecuali dibakar dalam waktu yang lama. Semuanya bisa
terpengaruh, semuanya bisa berubah tergantung dimana kita tinggal dan dengan
siapa kita bergaul.
Ya Robby....Tetapkanlah hati kami untuk selalu berada
di jalanmu...